PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengklaim siap membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) mulai tahun depan dengan syarat mendapatkan perintah khusus dari pemerintah.
Direktur Utama PLN Dahlan Iskan mengatakan pihaknya tidak akan membangun proyek PLTN jika belum ada perintah dari pemerintah. Pasalnya, dia menyebutkan kalau pengembangan pembangkit bertenaga nuklir sepenuhnya menjadi policy pemerintah. Pengembangannya pun tidak tergantung dari jaminan, melainkan lebih kepada keputusan pemerintah.
“Tidak bisa PLN punya inisiatif membangun nuklir itu tidak bisa. Harus pemerintah dulu memutuskan. kalau PLN diperintah kapan saja siap. Tahun depan pun siap,” ujar Dahlan kepada Bisnis, belum lama ini.
Dahlan menyebutkan secara komersial di Tanah Air pembangkit nuklir memerlukan biaya yang mahal. Karena di Indonesia punya sumber energi lain yang bisa dimanfaatkan dengan biaya yang lebih murah seperti air dan batu bara. Dia pun sempat membandingkannya dengan Jepang, dimana pemanfaatan nuklir di negeri tersebut lebih murah karena kondisi ketersediaan energinya yang berbeda.
“Tapi biarpun secara komersial sudah murah, kami akan tetap menunggu perintah. Karena nuklir itu policy pemerintah,” katanya.
Dahlan mengakui kalau selama ini memang sempat ada beberapa pembicaraan terkait pengembangan energi nuklir di Indonesia, misalnya saja di Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia) dan Kementerian Negara Riset dan Teknologi. “Menurut monitoring saya perkembangannya semakin mengarah. Tapi waktu kapan pelaksanaannya nanti saya tidak tahu.”
Secara terpisah, anggota Komisi VII DPR Ismayatun mengatakan seharusnya pemerintah sesegera mungkin menjadikan nuklir sebagai sumber energi apalagi sekarang sudah ada Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan.
"Kami di DPR selalu mendorong pengembangan nuklir dimulai dari sosialisasi supaya masyarakat sadar segi positifnya terutama dengan kemajuan teknologi sehingga ketakutan akan peristiwa Chernobyl atau Gopal tidak ada," ujar Ismayatun hari ini
Anggota komite Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim melihat dari sudut ilmiah saat ini penggunaan teknologi nuklir tidak lagi memiliki keraguan. Dia tak menampik dari sisi faktor risiko nuklir memang memiliki risiko yang besar, akan tetapi faktor itu sudah bisa dikendalikan lewat kemajuan perkembangan teknologi.
Herman menyebut dua alasan pentingnya pemanfaatan nuklir yakni untuk security penyediaan energi dan pengendalian emisi karena kelebihan nuklir adalah tidak adanya pembakaran sehingga tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca.
Terkait keamanan ketersediaan energi dimasa depan, dia menyebutkan kalau idealnya Indonesia tidak menggantungkan pada satu pasokan energi yang terlalu besar misalnya batu bara. Herman memprediksi jika Indonesia tidak memiliki nuklir, maka kebutuhan batu bara sebagai sumber energi di Indonesia pada masa mendatang bisa mencapai diatas 40%-50%. Angka itu cukup besar mengingat dengan 50% di 2050 diprediksikan konsumsi batu bara bisa mencapai sekitar 1 miliar ton. Padahal produksi batu bara saat ini hanya sekitar 250 juta ton.
Alhasil, hal itu tentu bisa menimbulkan banyak masalah. “Karena itu, posisi nuklir adalah untuk membalance batu bara dan posisi batu bara adalah membuat harga murah,” katanya.
Guna menjalankan pengembangan nuklir di Indonesia, kata dia, pemerintah perlu membentuk organisasi atau badan khusus yang akan melakukan implementasi program nuklir tersebut. Dan selama badan atau organisasi tersebut belum terbentuk maka pengembangan proyek nuklir di Indonesia masih belum jelas.
Dia pun menyarankan tiga alternatif badan yang dimaksud yakni badan khusus yang dibentuk pemerintah, PLN, dan pihak swasta. Dari ketiga pilihan tersebut, swasta dianggapnya sebagai pilihan terakhir karena bisa mendapat tentangan dari public kalau ada sentimen masyarakat antinuklir.
“Jadi alangkah lebih bagus pemerintah apakah itu PLN ataukah badan baru yang akan menjalankannya. Dan tentu itu masih memerlukan pertimbangan yang lebih luas,” tutupnya.
Direktur Utama PLN Dahlan Iskan mengatakan pihaknya tidak akan membangun proyek PLTN jika belum ada perintah dari pemerintah. Pasalnya, dia menyebutkan kalau pengembangan pembangkit bertenaga nuklir sepenuhnya menjadi policy pemerintah. Pengembangannya pun tidak tergantung dari jaminan, melainkan lebih kepada keputusan pemerintah.
“Tidak bisa PLN punya inisiatif membangun nuklir itu tidak bisa. Harus pemerintah dulu memutuskan. kalau PLN diperintah kapan saja siap. Tahun depan pun siap,” ujar Dahlan kepada Bisnis, belum lama ini.
Dahlan menyebutkan secara komersial di Tanah Air pembangkit nuklir memerlukan biaya yang mahal. Karena di Indonesia punya sumber energi lain yang bisa dimanfaatkan dengan biaya yang lebih murah seperti air dan batu bara. Dia pun sempat membandingkannya dengan Jepang, dimana pemanfaatan nuklir di negeri tersebut lebih murah karena kondisi ketersediaan energinya yang berbeda.
“Tapi biarpun secara komersial sudah murah, kami akan tetap menunggu perintah. Karena nuklir itu policy pemerintah,” katanya.
Dahlan mengakui kalau selama ini memang sempat ada beberapa pembicaraan terkait pengembangan energi nuklir di Indonesia, misalnya saja di Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia) dan Kementerian Negara Riset dan Teknologi. “Menurut monitoring saya perkembangannya semakin mengarah. Tapi waktu kapan pelaksanaannya nanti saya tidak tahu.”
Secara terpisah, anggota Komisi VII DPR Ismayatun mengatakan seharusnya pemerintah sesegera mungkin menjadikan nuklir sebagai sumber energi apalagi sekarang sudah ada Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan.
"Kami di DPR selalu mendorong pengembangan nuklir dimulai dari sosialisasi supaya masyarakat sadar segi positifnya terutama dengan kemajuan teknologi sehingga ketakutan akan peristiwa Chernobyl atau Gopal tidak ada," ujar Ismayatun hari ini
Anggota komite Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim melihat dari sudut ilmiah saat ini penggunaan teknologi nuklir tidak lagi memiliki keraguan. Dia tak menampik dari sisi faktor risiko nuklir memang memiliki risiko yang besar, akan tetapi faktor itu sudah bisa dikendalikan lewat kemajuan perkembangan teknologi.
Herman menyebut dua alasan pentingnya pemanfaatan nuklir yakni untuk security penyediaan energi dan pengendalian emisi karena kelebihan nuklir adalah tidak adanya pembakaran sehingga tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca.
Terkait keamanan ketersediaan energi dimasa depan, dia menyebutkan kalau idealnya Indonesia tidak menggantungkan pada satu pasokan energi yang terlalu besar misalnya batu bara. Herman memprediksi jika Indonesia tidak memiliki nuklir, maka kebutuhan batu bara sebagai sumber energi di Indonesia pada masa mendatang bisa mencapai diatas 40%-50%. Angka itu cukup besar mengingat dengan 50% di 2050 diprediksikan konsumsi batu bara bisa mencapai sekitar 1 miliar ton. Padahal produksi batu bara saat ini hanya sekitar 250 juta ton.
Alhasil, hal itu tentu bisa menimbulkan banyak masalah. “Karena itu, posisi nuklir adalah untuk membalance batu bara dan posisi batu bara adalah membuat harga murah,” katanya.
Guna menjalankan pengembangan nuklir di Indonesia, kata dia, pemerintah perlu membentuk organisasi atau badan khusus yang akan melakukan implementasi program nuklir tersebut. Dan selama badan atau organisasi tersebut belum terbentuk maka pengembangan proyek nuklir di Indonesia masih belum jelas.
Dia pun menyarankan tiga alternatif badan yang dimaksud yakni badan khusus yang dibentuk pemerintah, PLN, dan pihak swasta. Dari ketiga pilihan tersebut, swasta dianggapnya sebagai pilihan terakhir karena bisa mendapat tentangan dari public kalau ada sentimen masyarakat antinuklir.
“Jadi alangkah lebih bagus pemerintah apakah itu PLN ataukah badan baru yang akan menjalankannya. Dan tentu itu masih memerlukan pertimbangan yang lebih luas,” tutupnya.
Blogger Comment
Facebook Comment